Dalam dunia kerja, kita lazim mendengar istilah Pemutusan Hubungan Kerja atau yang sering disingkat dengan kata PHK. PHK sering kali menimbulkan keresahan khususnya bagi para pekerja. Bagaimana tidak? Keputusan PHK ini akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup dan masa depan para pekerja yang mengalaminya. Bagaimana aturan Pemutusan Hubungan Kerja menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan?
Apa yang dimaksud dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)?
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.
Didalam Pasal 151 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Kluster Ketenagakerjaan) menyatakan bahwa Pengusaha, pekerja, serikat pekerja, dan pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK.
Bagaimana jika PHK tidak dapat dihindari oleh Pengusaha?
Dalam hal PHK tidak dapat dihindari, berdasarkan Pasal 151 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Kluster Ketenagakerjaan) maka pengusaha memberitahukan maksud dan alasan PHK tersebut kepada pekerja/atau serikat pekerja.
Apabila pekerja telah diberitahu dan menolak PHK, barulah diselesaikan melalui perundingan birpartit antara pengusaha dengan pekerja dan/atau serikat pekerja. (Pasal 151 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Kluster Ketenagakerjaan).
Jika perundingan bipartit tidak mencapai kesepakatan, PHK diselesaikan ke tahap berikutnya sesuai mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial. (Pasal 151 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Kluster Ketenagakerjaan).
Apa yang menyebabkan hubungan kerja dapat berakhir?
Menurut pasal 61 Undang – Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Kluster Ketenagakerjaan (UU No.11/2020) mengenai tenaga kerja, perjanjian kerja dapat berakhir apabila:
- pekerja meninggal dunia
- jangka waktu kontak kerja telah berakhir
- selesainya suatu pekerjaan tertentu
- adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
- adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Jadi, pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum jangka waktu yang ditentukan, wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
Dalam hal apa, perusahaan dilarang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja?
Sesuai dengan ketentuan pasal 153 Undang – Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Kluster Ketenagakerjaan (UU Cipta Kerja No.11/2020) Perusahaan dilarang melakukan PHK dengan alasan :
- Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus
- Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
- Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
- Pekerja menikah
- Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya
- Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan.
- Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
- Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan perusahaan, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
- Pekerja yang mengadukan perusahaan kepada yang berwajib mengenai perbuatan perusahaan yang melakukan tindak pidana kejahatan
- Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan
- Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan tersebut diatas BATAL DEMI HUKUM dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/ buruh yang bersangkutan.
Baca juga:
Sumber
- Indonesia. Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 (Kluster Ketenagakerjaan).
- Indonesia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja
- Indonesia. Kepmen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 78/2001 tentang Perubahan Kepmenaker No. 150/2000 tentang PHK, Pesangon, dan lainnya